a

Hukum Bekerja di Diskotik dan Hotel

Hukum Bekerja di Diskotik dan Hotel - Hallo sahabat Video dan Kisah Inspirasi, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Hukum Bekerja di Diskotik dan Hotel, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel inilah islam, Artikel Muamalah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

ISLAM melarang umatnya bekerja di bidang yang mengandung unsur kemaksiatan atau pelanggaran atas hukum Allah SWT, seperti melibatkan minuman keras, judi, riba, penipuan, perzinaan/prostitusi, pornografi, dan sebagainya. Jika hotel, diskotik, bioskop, atau tempat apa pun mengandung unsur kemaksiatan tersebut, jelas tergolong tempat yang haram bagi umat Islam untuk bekerja di sana.

Syekh Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fatwa-Fatwa Kontemporer menegaskan, Islam mengharamkan  semua  bentuk  kerja  sama   atas   dosa   dan permusuhan,   dan  menganggap  setiap  orang  yang  membantu kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya,  baik pertolongan   itu   dalam  bentuk  moril  ataupun  materiil, perbuatan ataupun  perkataan.

"Kalau penduduk langit dan penduduk bumi bersekutu dalam membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akanmembenamkan mereka dalam neraka." (HR Tirmidzi)

Tentang khamar (minuman keras, beralkohol) Nabi Saw bersabda: "Allah melaknat khamar, peminumnya, penuangnya, pemerahnya, yang meminta diperahkan, pembawanya, dan yang dibawakannya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).

Tentang suap: "Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap, dan yang menjadi perantaranya." (HR Ibnu Hibban dan Hakim)

Mengenai riba, Jabir bin Abdillah r.a. meriwayatkan: "Rasulullah melaknat pemakan riba, yang memberi makan dengan hasil riba, dan dua orangyang menjadi saksinya." Dan beliau bersabda: "Mereka itu sama."(HR Muslim).

Ibnu Mas'ud meriwayatkan, "Rasulullah Saw melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang saksinya, dan penulisnya." (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)2

Al-Qaradhawi juga menyebutkan kebutuhan  hidup  yang  oleh  para fuqaha diistilahkan telah mencapai “tingkatan darurat, terpaksa bekerja di tempat yang mengandung maksiat sebagai sarana mencari  rezeki,  sebagaimana  firman Allah SWT: "... Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah:173).

Namun, tentu saja keadaan darurat itu harus diiringi usaha keras untuk meninggalkannya dengan mencari kerja halal. Allah SWT Maha Pengatur dan Pemberi Rezeki, tugas kita adalah ikhtiar, berdoa, dan tawakal. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Masukan email untuk update Gratis Materi dan Ilmu Islam.

close
//