a

Kisah Islami: Makan Malam Terakhir Bersama Ibu. Ribuan Orang Menangis Membacanya!

Kisah Islami: Makan Malam Terakhir Bersama Ibu. Ribuan Orang Menangis Membacanya! - Hallo sahabat Video dan Kisah Inspirasi, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Kisah Islami: Makan Malam Terakhir Bersama Ibu. Ribuan Orang Menangis Membacanya!, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel ibu, Artikel Kisah Islam, Artikel Tausiah Keluarga, Artikel Wanita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Cahaya Tausiah -  Sebagaimana Mereka Menyayangimu Sejak Kecil , Kisah Ini Semoga Bisa Menjadi Pelajaran Untuk Anda . Ada banyak catatan yang mesti diperhatikan oleh seorang anak selepas menikah. bagus ia sebagai anak perempuan ataupun laki-laki. Eksklusif untuk laki-laki, ada penekanan dalam hal ini. Sebab, hingga kapan pun, surga untuk seorang anak letaknya ada di kaki ibunda.



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMFqbU8OGNdTQOLBOuMyxEIsPnnGVkHMEzcMD7_0F0qbQNy-6jVIU-xB70sg9d8cDI1k3gMjCIyEdCrZSw43VsU0xmmCuhisfENQHniXz7NDJRVZaSU-qer0suxmxkqWB5fvMSDe5EeFg/s640/bersama+ibu.png

Selain itu, selepas menikah, bakti seorang anak sama sekali tak otomatis terputus dengan alasan telah mempunyai keluarga sendiri. Dalam hal ini, penting kiranya untuk kedua pasangan dan keluarga terdekat untuk saling mengingatkan.

Jangan hingga kisah ini terjadi antara diri dan ibu kita. suatu kisah haru nan memilukan ini, patut dijadikan cermin untuk kehidupan kita; sebagai anak ataupun orangtua.

Sebutlah namanya Fulan. Sudah 21 tahun ia menikah dengan seorang wanita bernama Fulanah. Tepat di usia ke 21 pernikahannya, sang istri bertanya menawarkan, “Mas, tak berkenankah kau makan malam bersama seorang wanita?” Sang suami yang memang tak mempunyai saudara dan anak wanita itu bertanya kebingungan, “Maksudmu?”

Lantas dijelaskanlah oleh sang istri, “Esok, keluarlah untuk makan malam bersama ibu.” Aduhai, rupanya Fulan ini amat sibuk mengurusi keluarga, pekerjaan dan kehidupannya. Lanjut Fulanah, “Sudah 21 tahun –sejak menikah denganku- kau tak pernah makan malam bersama ibu,” katanya menerangkan, “Teleponlah beliau, ajaklah makan malam. Beliau pasti amat mendambakan kebersamaan denganmu.”

Segeralah Fulan menelepon sang ibu. Dalam perbincangan udara itu, disampaikanlah maksudnya. Sang ibu yang telah lama menjanda dan Hayati bersama keluarga lainnya itu amat sumringah mendengar ajakan itu. Meskipun, ada rasa tak percaya akan ajakan mengagetkan dari anak yang amat disayanginya. Pasalnya, masa 21 tahun bukanlah bilangan waktu yang sebentar.

Hari yang direncanakan pun menyapa. Fulan Futuristis rumah ibunya. Sesampainya di depan rumah sang ibu, sosok janda yang sudah lama mendambakan kebersamaan bersama anaknya itu tengah menunggu, tepat di rahang pintu. Tak ingin diketahui oleh saudaranya yang lain, sang ibu langsung menyambut, menghampiri dan bergegas masuk ke dalam mobil.

Di dalam mobil, terjadilah perbincangan kecil antara keduanya. Mengenai rumah makan dan menu terbaik yang hendak mereka tuju dan santap malam ini. Tak lama, tibalah mereka di tempat makan terbaik di kota itu.

Lamat-lamat, sang anak memerhatikan pakaian yang dikenakan oleh ibunya. Agak sempit. Rupanya, itu merupakan pakaian terakhir yang diberikan oleh almarhum suaminya. Duhai, sang anak ini hingga lupa membelikan pakaian untuk ibunya.

Maka datanglah pelayan pembawa menu. Disodorkanlah daftar Makanan yang hendak dipesan. Ternyata, sang ibu sudah tak kuasa membaca. Dengan senyum, Fulan menawarkan, “Aku bacakan menunya. Tunjuk Aja menu apa yang Ibu kehendaki.”

Lantas dipesanlah aneka jenis Makanan yang dihidangkan, tak lama kemdian.

Bersebab bahagianya yang memuncak lantaran diajak makan malam oleh anak kesayangannya, selera makan sang ibu tenggelam seketika. Sama sekali tak berminat untuk mencicipi, apalagi melahapnya. Sosok yang sudah hampir terbenam masa hidupnya itu hanya memerhaikan anaknya, dengan cinta dan rindu yang kian bertambah.

Di tengah menikmati menu makan malamnya, Fulan berkata, “Bu, ini yang pertama sejak 21 tahun yang lalu. Maafkan anakmu ini. Esok kita akan makan malam lagi untuk yang kedua.”

Mendengar kalimat itu, mata sang ibu berbinar sumringah. Binar bahagia itu semakin bertambah hingga kedua insan itu pulang. Sang anak mengantarkan ibunya ke kediamannya, sementara ia kembali ke rumahnya.

Waktu-waktu selepas itu, merupakan waktu menuggu nan membahagiakan untuk sang ibu. Ditungguilah ponselnya guna berharap panggilan dari anaknya. Sementara itu, di belahan tempat lain, sang anak tetap sibuk dengan Jagat, pekerjaan dan kehidupannya. Ia, benar-benar lupa dengan janji yang diungkapkannya sendiri.

Lantaran usia yang menua, sang ibu pun sakit. Makin hari, bertambah parah sakitnya. Alasan sibuk pun membuat Fulan tak kunjung membesuk ibunya. Hingga akhirnya, wanita berhati lembut itu wafat sebelum sang anak sempat menjenguknya.

Proses pemakaman pun berlangsung dengan lancar. Ada haru nan pilu yang menelisik ke dalam hati Fulan. Perasaan bersalah selalu datang belakangan. Andai perasaan itu Bisa datang lebih dulu, mungkin Aja ia akan Bisa menebus dosanya.

Lepas pulang dari pemakaman, ponselnya bergetar. Diangkatklah oleh si Fulan. Tertera dalam layar, pemanggil merupakan ruma makan tempat ia dan ibunya makan malam tempo hari. “Halo, Pak Fulan,” ucap suara dari seberang. Lepas disahut, penelepon melanjutkan, “Maaf, Pak. Dalam catatan kasir kami, bapak telah memesan tempat makan malam untuk dua orang. Tagihannya suda dibayar oleh Ibu Anda.”

Entahlah apa yang dirasa olehnya. Tanpa Penghujung, dimatikanlah ponselnya sembari bergegas Futuristis rumah makan tersebut. Sesampainya di sana, sang kasir menyerahkan suatu pesan tertulis tangan. Dari sang ibu. Tertera di dalamnya, “Nak, aku mengerti. Malam ini merupakan makan malam terakhir kita. Meski kau sampaikan akan ada yang kedua, aku tak terlalu yakin. Maka, makanlah bersama istrimu. Aku sudah membayarnya untumu dengan uang Ibu.”

“Ibu, Ibu, Ibu,” demkianlah pesan Rasulullah Saw. Sosok mulia itu wajib didahulukan dari sosok bapak. Sosok ibu merupakan mutiara kebaikan nan tak tergantikan. Selalu ada mutiara yang Bisa digali darinya. Pasti ada hikmah dari wanita yang mungkin Aja, sudah kita sia-siakan sejak lama.

Rabbi, ampuni dosa kami, dosa bapak dan ibu kami. Sayangilah keduanya, sebagaimana mereka menyayangi kami di masa belia. [Pirman]

*Disadur bebas dari buku 1001 Alasan Anda wajib Sayangi Ibumu, Monde Ariezta.

(sumber:  beradab.com)

Masukan email untuk update Gratis Materi dan Ilmu Islam.

close
//