a

Bagaimana Cara Mendidik Anak Agar Bisa Berhemat ?

Bagaimana Cara Mendidik Anak Agar Bisa Berhemat ? - Hallo sahabat Video dan Kisah Inspirasi, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Bagaimana Cara Mendidik Anak Agar Bisa Berhemat ?, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel anak, Artikel parenting, Artikel Pernikahan, Artikel Tausiah Info, Artikel Tausiah Keluarga, Artikel Tips, Artikel Wanita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Cahaya Tausiah - Sahabat Ummi, hemat pangkal kaya. Itu kata pepatah. Akan tetapi, mengapa kebanyakan kita enggan melaksanakannya?     

http://www.awanukaya.com/wp-content/uploads/2011/10/Anak-Rajin-Menabung.jpeg


Mematikan lampu saat  tak diperlukan, menutup rapat kran air sesudah dipakai,  menggunakan air secukup keperluan, menggunakan kertas bekas untuk menggambar dan berhitung, menyimpan sisa jajan dalam tabungan adalah beberapa contoh sederhana dan mudah untuk hidup hemat sehari-hari. Namun, pada kenyataannya, perilaku sebaliknyalah yang sering terlihat. Lampu menyala hingga siang, keran air menetes-netes, dan kebanyakan anak tak peduli bila buku tulis lama baru sebagian kecil dipakai, sudah minta buku yang baru bila naik kelas.

Menakar kebutuhan dan perencanaan

Menurut Farida K Yusuf, Psi. M.Psi.,dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, berhemat adalah kemampuan seseorang untuk menakar kebutuhan. Seseorang yang berhemat menyadari bahwa segala sesuatunya harus diperhitungkan, dan saat membutuhkan sesuatu,  harus ada usaha yang dikeluarkan.Dalam hal mengajarkan konsep hemat pada anak, orangtua perlu menekankan soal unsur usaha yang harus diperhitungkan ini untuk mencapai suatu kebutuhan. Sederhananya: Bila ingin mendapatkan hasil lebih, maka usahanya pun harus lebih.

Terangkan pula bahwa kebutuhan setiap orang berbeda-beda, dan kondisi paling baik adalah pemenuhan kebutuhan yang pas dengan takaran. Dalam menggunakan kertas bekas untuk menggambar misalnya, orangtua dapat menceritakan bahwa bahan baku kertas adalah kayu. Semakin banyak kertas yang kita pakai, tentu semakin banyak pohon yang ditebang untuk membuat kertas. Sementara semakin banyak pohon yang ditebang berarti bumi semakin kehilangan kerindangan, dst. Tak usah khawatir anak akan bingung, sebab, secara umum, anak  sudah bisa menakar kebutuhannya.

Selain mengasah anak untuk pandai menakar kebutuhan, kita juga bisa membiasakan anak untuk mensyukuri apa-apa yang dimiliki. Namun, tidak berlebih-lebihan dalam menggunakannya, misalnya, untuk makan siang, sediakan bagi anak makanan yang bersih, sehat, bergizi dan cukup sesuai porsinya. Jikalau sudah terbiasa makan siang cukup dan kenyang, anak tak lagi ingin segala beli atau jajan.“Tidak perlu lagilah belanja mata. Beli ini itu,  padahal nggak butuh,” urai Farida menjelaskan dampak dari kebiasaan berlebih-lebihan.

Mengajarkan hemat termasuk juga menjelaskan bahwa apa yang kita miliki tidak harus dihabiskan untuk keperluansendiri, tapi juga bisa bermanfaat untuk orang lain. Misalnya, bila anak kita yang kelas dua SD perhari mendapat uang jajan Rp2.000,00 doronglah dia untuk menabung Rp1.000,00. Setelah terkumpul, tunjukkan pada anak,bahwa uang tersebut bisa ia gunakan untuk membantu orangtua, orang lain atau keperluannya sendiri di masa mendatang, seperti membeli tas baru. “Dari situ juga, anak bisa melihat kalau apa yang dilakukan tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang lain,” tutur dosen yang mendalami pendidikan khusus ini.

Teladan dari lingkungan sejak dini

Akan tetapi tentu saja, agar anak mampu berhemat, orangtua  harus mempersiapkan diri  menjadi panutan yang baik. Hal itu dikarenakan orangtua adalah orang penting, khususnya pada  kehidupan anak sejak kecil sampai usia 5 tahun pertama. Siapapun dia, entah itu orangtua, kakek, nenek, om, tante, semua harus jadi panutan yang baik.

Bagaimana mungkin anak mau menghemat air kalau setiap hari dia lihat neneknya setiap pagi, siang dan sore menyiram bunga, atau kran air biasa dibiarkan terus mengalir meskipun bak sudah penuh. Bagaimana pula anak mampu menunda keinginannya untuk jajan kalau ibunya tidak pernah memasak di rumah, bahkan setiap hari senang jajan bakso, somay, mie pangsit, gado-gado, atau beli makanan matang di warung.

Teladan yang baik ini, menurut Farida Yusuf, harus diberikan sedini mungkin. Utamanya, sejak anak bisa belajar mengobservasi lingkungan atau di usia balita. Bahkan, sebelum mampu berbicara pun sebenarnya anak sudah melakukan pengamatan tentang apa yang terjadi di lingkungannya. Saat anak biasa melihat ibunya jajan nasi uduk, atau memanggil tukan jajan yang lewat di rumah, dia hanya melihat dan menikmati. Akan tetapi, “Kalau sudah besar, dia bisa manggil sendiri tukangnya,” ujar Farida mencontohkan perkembangan observasi anak.

Orangtua juga bisa mendidik soal penghematan dengan membantu anakmenghargai barang berdasarkan fungsi. Misalnya, saat ingin membeli barang, dengan uang sendiri atau dari orangtua,tanyakanlah, “Benar nih Adek pengen beli yang ini lagi, bukankah Adek sudah punya?”kalau anak bersikeras ingin memiliki karena model yang baru, cobalah tekankan, “Coba pikirkan lagi, bukankah tas yang lama masih bagus?”

Ingatkan pula fungsi tas itu adalah untuk membawa buku. Jadi, penekananya adalah bagaimana  fungsi barang ini berguna bagi kita dalam mempertimbangkan pembelian, bukan pada bentuk, merk, atau tren, yang cenderung mendorong kita membeli semua yang kita suka, meski kita tidak terlalu membutuhkannya.

Penghargaan untuk perilaku hemat

Sebaiknya, dalam memberikan dan menyediakan sesuatu, orangtua pun harus punya standar dan peraturan yang jelas. Kalau ingin memberi uang jajan, ajukan  pertanyaan, “Perlu uang jajan atau tidak? Di sekolah kan sudah disiapkan makan siang, masihkah perlu uang jajan untuk beli snack?”

Bila anak sudah sarapan namun tetap merasa perlu uang jajan, ajukan pertanyaan, “Seberapa perlu uang jajan itu? Berapa besarnya?” Jadi, orangtua memang perlu secara khusus melihat apa sebenarnya kebutuhan anak dan berapa besarnya. Apabila, kemudian anak tetap mendapat ekstra uang jajan, dorong anak untuk menyisihkan sebagian uang untuk ditabung dalam rangka  mendidik anak menunda pemuasan kebutuhannya.

Di luar itu semua, anak juga perlu mendapatkan penguatan terhadap perilaku positifnya dengan diberi penghargaan. Maksudnya,tentu agar perilaku tersebutbertahan lama.Bentuk penghargaan ini tentu tidak harus selalu berbentuk barang, namun bisa pula berbentuk kalimat positif. Misalnya, saat anak mematikan kran air setelah bak mandi penuh, pujilah ia: “Bagus sekali. Terima kasih Nak. Ibu senang deh, Adek sudah menghemat air.”

Dibandingkan dengan memberikan hukuman bila anak berbuat boros, pemberian penghargaan ini memang lebih efektif. Menurut Farida, segala sesuatu yang dilakukan dengan senang hati, dampaknya akan jauh lebih bagus daripada dilakukan karena takut dihukum. Bila anak senang, bukankah orangtua pun akan ikut senang? (Sarah Handayani/Bahan Rosita)

Tips Menghemat Kertas di Rumah

Biasakan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang, dengan mendaur ulang kertas bekas, maka akan mengurangi kebutuhan kayu dan melestarikan hutan.

Sumbangkan majalah atau buku bekas kepada sekolah, perpustakaan, panti asuhan dan orang lain yang membutuhkan.

Manfaatkan kedua sisi kertas untuk catatan atau kertas gambar.

Manfaatkan kertas sisa untuk buku baru, catatan dll.

Kumpulkan kertas yang tidak terpakai untuk diberikan kepada pemulung.

Saat mengatur dokumen di komputer yang akan dicetak, kurangi margin dalam persiapan mencetak sehingga penggunaan tempat sangat efisien.

Buatlah kartu undangan, kartu lebaran, dll dalam ukuran kecil.
(sumber: ummi-online)

Masukan email untuk update Gratis Materi dan Ilmu Islam.

close
//